Senin, 14 Mei 2012

Agama dan Psikoterapi


AGAMA DAN PSIKOTERAPI

I.                   PENDAHULUAN

Dewasa ini, persoalan kemanusiaan semakin mengkhawatirkan. Individu merasa bebas dan senang dengan hasil yang dicapai oleh manusia dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan modern dan teknologi. Oleh karena itu, sebagian individu telah melupakan aspek spiritual, seperti mengisi kekosongan rohani dan psikologinya sehingga mendorong mereka ke arah ketegangan mental, kecemasan hati, gangguan mental dan menghadapi tekanan, kemurungan, fobia, neurosis, psikosis dan sebagainya.
Psikoterapi sebagai salah satu cabang ilmu psikologi, telah berusaha menyelesaikan masalah kemanusiaan tersebut, namun ia belum menunjukkan suatu tanda yang lebih baik. Islam dengan ajarannya yang murni, menawarkan metodologi baru bagi memulihkan dan merawat pasien-pasien berpenyakit mental dengan menggunakan teknik, teori, dan metodologi psikoterapi iman, ibadah dan tasawuf.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    BAGAIMANA KONSEP PSIKOLOGI BARAT DALAM PSIKOTERAPI?
B.     BAGAIMANA KONSEP PSIKOTERAPI MODERN?
C.    BAGAIMANA HUBUNGAN AGAMA DAN PSIKOTERAPI?

III.             PEMBAHASAN
A.    KONSEP PSIKOLOGI BARAT

Definisi psikologi berubah secara bertahap mengikut perkembangan pemikiran manusia. Arti dasar dari kata “psikologi” berbeda dengan kata biasa yang dipahami saat ini. Kata “psikologi” berasala dari kata Yunani “psyche” dan “logos”. Psyche,  artinya nafas, sumber dari semua aktifitas mendasar, jiwa atau ruh. Logos, artinya suatu kata atau bentuk yang mengekspresikan suatu prinsip. Dengan demikian, psikologi awalnya berarti kata atau bentuk yang mengungkapkan prinsip kehidupan, jiwa atau ruh.[1]
Definisi psikologi berubah secara bertahap mengikut peredaran tamadun manusia. Pada tahun 1830-an, istilah psikologi digunakan untuk merujuk kepada jiwa atau roh dan keadaan alam fikiran, atau diri, ataupun ego. Para ahli sejarah psikologi Barat memandang psikologi Barat sudah ada dalam pemikiran-pemikiran para pakar falsafah Yunani dan Eropah-Barat sejak abad ke 17 dan ke 18 M lagi. Ia seterusnya berkembang hingga abad ke 19, yang ditandai dengan munculnya penyelidikan dalam bidang perilaku manusia. Menurut Wilhelm Wundt bahwa metode dasar dalam psikologi adalah observasi diri yang bersifat eksperimental, yaitu introspeksi.[2]Bagi Wundt, yang terpenting adalah mempelajari cara kerja mental yang terpusat kepada perhatian, maksud, serta tujuan yang dimiliki. Wundt mengembangkan satu metode yang disebut sebagai analytic introspection (introspeksi analitik); yaitu satu bentuk formal daripada observasi yang dilakukan terhadap diri sendiri.[3]
Para pakar psikologi selama ini memang telah memberikan informasi dan deskripsi yang berguna mengenai perilaku manusia. Namun sejauh ini mereka tidak bisa memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang “hati” manusia.[4]

B.     PSIKOTERAPI MODERN

Istilah psikoterapi (psychotherapy) menurut Lewis R. Wolberg adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana seorang ahli secara sengaja menciptakan hubungan profesional dengan pasien, yang bertujuan: (1) menghilangkan, mengubah atau menemukan gejala-gejala yang ada, (2) memperantai (perbaikan) pola tingkah laku yang rusak, dan (3) meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan kepribadian yang positif.
Melihat kepada perkembangan psikoterapi Barat, setidaknya ada dua nilai yang berkembang dalam proses tersebut iaitu; nilai sekular dan nilai agama.Kemunculan psikoterapi adalah implikasi daripada fenomena psikologi dan kondisi psikologi manusia yang bermasalah. Persoalan-persoalan yang muncul adalah masalah fenomena psikologi, di mana ia kemudian memerlukan jalan penyelesaianbagi gangguan psikologi yang bisa merusak kesehatan mental individu. Hal itulah yang disebut oleh pakar psikologi sebagai psikoterapi. Bagaimanapun psikoterapi dan nilai-nilai yang mempengaruhinya sudah lama diselidiki, baik oleh pakar psikologi maupun masyarakat awam.
Pendekatan agama dalam psikologi, dengan psikoterapi sebagai titik kajian merupakan kajian empirik manusia dalam hubungannya dengan spiritual. Dari aspek ini, sesuai dengan perkembangannya psikoterapi turut diserap oleh nilai magic, sihir, perdukunan, pengkultusan, dan kesan-kesan emosional. Psikologi melalui pendekatan agama ini masih belum mempunyai karya yang banyak, karena tidak banyak ahli yang menelitinya. Psikoterapi Barat dalam kaitannya dengan psikologi, merupakan dua paralel yang sejalan dan berkesinambungan dalam eksistensi suatu keilmuan. Kedua-duanya tidak dapat dipisahkan karena psikoterapi berkait dengan psikologi. Demikian juga sebaliknya dengan psikologi yang semestinya sejalan dengan psikoterapi.
Psikoterapi menawarkan sebuah teori, teknik, dan metode yang bermanfaat bagi proses penyembuhan, perawatan, dan pengobatan penyakit-penyakit psikologi. Manusia dalam abad modern ini, tidak lagi menjadikan nilai-nilai moral dan agama, sebagai pemandu, malahan agama hanya dititikberatkan pada perayaan dan ritual agama di masjid-masjid, di gereja-gereja, ataupun di kuil-kuil. Padahal aspek spiritual merupakan aspek penting yang mampu memberi kesegaran rohani yang amat berarti dalam menumbuhkembangkan kesehatan mental.[5]
Munculnya tekanan, kemurungan, neurosis, dan psikosis pada hakikatnya adalah kesan daripada ketidakseimbangan antara ketajaman IQ (inteligent quotient), EQ (emotional quotient), dan SQ (spiritual quotient). Seorang individu yang selalunya mengutamakan IQ, biasanya menggunakan segenap fikiran, tanpa memperhitungkan dimensi sosial di mana ia hidup. Individu yang menggunakan EQ pula, agak lebih terarah dan memperhatikan nilai-nilai masyarakat, tetapi belum sampai ke tingkat pemahaman tentang persoalan moral yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, baik IQ mahupun EQ belum sampai ke tingkat yang lebih kekal dan sempurna. Untuk mencapai kesempurnaan, seorang individu memerlukan apa yang disebut sebagai SQ, di mana seseorang akan sentiasa memperhatikan dalam proses berfikirnya, tentang hubungan antara ketajaman fikirannya dengan emosi yang terkawal dan memperolehi bimbingan spiritual yang lebih baik.
Psikoterapi adalah cabang psikologi dalam suatu proses penyembuhan individu yang menghadapi gangguan mental, seperti stress, depersi, neurosis, psikosis, fobia, atau lainnya. Psikoterapi ini, memberikan gambaran yang jelas bahwa ia adalah sebuah metodologi yang bisa menyembuhkan seorang individu dari gangguan mental tersebut, karena psikologi maupun psikoterapi adalah komponen yang berkaitan, maka kedua-duanya juga memberikan arah yang saling berhubungan erat.
Suatu perilaku atau tindakan individu adalah hasil dari respons psikologi. Namun ketika perilaku itu sudah melahirkan suatu gerakan yang menyimpang, maka psikoterapi berkepentingan untuk meluruskan dan mengembalikannya ke arah yang positif.Namun psikoterapi modern tersebut belum mampu menangani dengan baik masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, maka diperlukan suatu pengkajian psikoterapi yang berasaskan orientasi agama, terutama agama Islam yang dikenali sebagai psikoterapi Islam.

C.    AGAMA DAN PSIKOTERAPI

Pada mulanya psikoterapi di Barat berusaha mendekati masalah gangguan mental secara ilmiah murni, seperti yang dilaksanakan oleh para dokter pada abad ke-19. Para ahli yang berasal dari disiplin Ilmu Kedokteran kurang puas terhadap keterbatasan disiplin ilmiahnya dalam membahas kasus gangguan mental sehingga mereka memasuki bidang psikologi.Pada saat itu masyarakat Barat lebih condong mengatasi gangguan mentalnya dengan meminta bantuan para psikiater daripada pastor.
Masyarakat cenderung mencari sebab-sebab jasmaniah dari segala macam penyakit. Ini berarti mengabaikan peranan agama dalam mengatasi gangguan mental. Disamping itu kepesatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ditemukan teori-teori ilmiah yang kadang-kadang bertentangan dengan agama Kristen, menambah kepercayaan masyarakat terhadap sains dan menganggap para dokter lebih maju, modern dan up-to-date dibandingkan dengan para pastor. Padahal psikoterapi dan agama sama-sama memandang manusia secara utuh sebagai terapi. Pada pasal ini akan ditunjukkan beberapa kasus gangguan mental yang dapat disembuhkan melalui perilaku keagamaan. Walaupun agama tidak identik dengan psikoterapi, namun perilaku keagamaan mempunyai peran sangat besar untuk mengatasi gangguan mental. Bahkan agama dapat dijadikan landasan untuk membina kesehatan mental serta mampu membentuk dan mengembangkan kepribadian seseorang melalui kegiatan peribadatan.[6]
Islam sebagai agama yang mengandungi nilai-nilai spiritual yang tinggi, didapati bisa menyelesaikan masalah-masalah psikologi manusia. Kandungan ajaran Islam seperti iman, ibadah, dan tasawuf didapati memiliki metodologi yang sistematik bagi mewujudkan kesehatan mental. Apabila kandungan ajaran Islam bisa membantu mewujudkan kesehatan mental, maka ini adalah langkah awaldalam usaha membentuk metode psikoterapi. Oleh karena metode penyembuhan yang akan digunakan dalam metode ini adalah bersumberkan syariat Islam, maka metodenya disebut sebagai psikoterapi Islam.
Psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit, apakah mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui bimbingan Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. atau secara empirik adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, Nabi dan RasulNya atau para ahli waris para Nabi-Nya.[7]
Allah SWT berfirman:
(#qà)¨?$#ur©!$#(ãNà6ßJÏk=yèãƒurª!$#3ª!$#urÈe@à6Î/>äóÓx«ÒOŠÎ=tæÇËÑËÈ
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS Al Baqarah: 282)

$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# ôs% Nä3ø?uä!$y_ ×psàÏãöq¨B `ÏiB öNà6În/§ Öä!$xÿÏ©ur $yJÏj9 Îû ÍrߐÁ9$# Yèdur ×puH÷quur tûüÏYÏB÷sßJù=Ïj9 ÇÎÐÈ  
57. Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Di era globalisasi dan informasi ini, banyak tawaran pemikiran modern yang perlu dicermati dan dipertimbangkan. Persoalan manusia semakin sulit, terutama menyangkut keadaan psikologi yang menghendaki penyelesaian yang baik dan berkesan. Islam mengajarkan aspek spiritual, sebagai metode psikoterapi yang dilakukan melalui metode preventive (pencegahan), curative (pengobatan), constructive, dan rehabilitative (pembinaan). Aspek iman, ibadah, dan tasawuf dapat dijadikan tenaga inovatif dalam membentuk terapi agama Islam.[8] Ini karena iman, ibadah, maupun tasawuf merupakan langkah-langkah tazkiyah al-nafs (pembersihan dan penyucian jiwa) untuk membersihkan dan menyucikan hati dan jiwa manusia yang telah dikotori dengan kekotoran duniawi.
Psikoterapi Islam yang merujuk pada persoalan di atas dapat menumbuh kembangkan kepribadian dan kesehatan mental. Penerapan iman secara aplikatif akan melahirkan kesadaran, bahwa manusia selalu diawasi Allah SWT. Secara psikologi seorang mukmin mampu menekan kemauannya ke bawah untuk berlaku negatif. Selain itu, ibadah juga berfungsi positif bagi psikologi seseorang ‘ābid (hamba Allah SWT) supaya dapat beramal dengan penuh keikhlasan, kesungguhan, tawadu’, dan khusyuk, serta dapat pula menjadi motivasi ke arah perlakuan yang lebih baik. Akhlak merupakan manifestasi iman yang mampu menjadi cermin psikologi Islam yang taat dan berkelanjutan. Kandungan yang dimiliki akhlak-tasawuf, berperan sebagai terapeutik (pengobatan) untuk menghasilkan kesehatan mental yang tinggi. Akhlak dan tasawuf juga mampu menyelaraskan hubungan antara Allah SWT, manusia dan alam sekitar.
Psikoterapi Islam merupakan kekuatan emosional psikologi yang mengkaji manusia selaku subjek pengamal agama dari dimensi ritual (ibadah), iman, dan norma (akhlak) yang berlaku dalam suatu komunitas manusia yang berkaitan dengan kesehatan mental atau dengan kata lain ia berusaha mencari aspek psikologi yang tidak terlepas daripada aturan nilai.
Akhlak yang dimiliki oleh manusia itu akan mencerminkan jiwa manusia sebagai makhluk fizikal dan psikologi, kerana manusia memperlihatkan akhlak itu melalui perilakunya yang sebenar, sehingga mampu pula menonjolkan dirinya sebagai makhluk yang diciptakan dalam keadaan ahsan al-taqwīm (sebaik-baik bentuk dan rupa). Tanpa akhlak manusia akan kehilangan esensi (bentuk) dirinya. Ia hidup sebagai manusia tanpa dirinya, dan wujud sebagai makhluk asfala sāfilīn (makhluk yang tidak bermoral).[9]
Aspek psikologi manusia iaitu; hati, ruh, nafsu dan akal memerlukan pemeliharaan dan pengembangan, agar selalu wujud dalam keadaan salam, atau Islam (tunduk kepada aturan Ilahi) kondisi ini harus dibina, agar menjadi jiwa yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia.
Islam memandang diri manusia, sebagai komponen unik yang memerlukan pembinaan dan pengembangan supaya menjadi insan yang mengenal dirinya dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhannya. Dengan cara itu seseorang manusia dapat mencapai tahap spiritual yang tinggi, serta meraih kesempurnaan dan kesucian rohaniah yang murni. Usaha yang demikian disebut oleh para sufi sebagai tazkiyah al-nafs iaitu proses perkembangan psikologi manusia menuju keadaan batiniah yang al-falāh (menang), al-najāh (sukses), dan mutma’innah (tenang). Kemenangan, kesuksesan, ketenangan, ataupun dengan bahasa yang umum “bahagia” (happiness - al-sa‘ādah) sebenarnya adalah kumpulan ketenangan mental dalam satu kesatuan peribadi yang utuh. Dan ketenangan mental (mutma’innah) dapat diperolehi dengan mengingat Allah SWT dan beramal soleh.




IV.             KESIMPULAN

Psikoterapi modern dengan kajiannya yang spesifik berkenaan dengan psikologi manusia belum mampu menjawab tantangan zaman dengan baik. Psikoterapi sama seperti psikologi adalah dua disiplin ilmu yang searah dan sangat berkaitan antara satu dengan lainnya. Kedua ilmu ini, mencoba mengkaji secara bijak bagian dalam diri manusia yaitu jiwa (psyche) yang berpengaruh dalam kesehatan mental, kebahagiaan, dan ketenangan. Vicktor E. Frankl adalah orang yang mencoba membuka pemikiran dengan kajiannya tentang logoterapi.
Psikoterapi dan Islam memiliki dua kesamaan di mana keduanya sama-sama memiliki teoretikal dan praktikal di bidang psikologi. Psikoterapi lebih terfokus pada kajian tentang metode perawatan gangguan mental dan penyakit mental melalui teknik dan prosedur  psikoterapi modern. Sedangkan Islam merupakan kajian spiritual yang boleh dijadikan sebagai metode psikoterapi yang disebut sebagai psikoterapi Islam.

V.                PENUTUP

Demikianlah makalah yang telah kami buat. Semoga bisa menambah dan memperluas ranah pengetahuan kita tentang agama dan psikoterapi.





DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Ginanjar, 2004, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power; sebuah Inner Journey Melalui Ihsan, Jakarta: Arga.


Davidoff, Linda L., 1988, Introduction to Psychology, (terj. Mari Jumiati), Jakarta, Erlangga.

.
Effendi, Djohan,“Tasawuf Al-Qur’an Tentang Perkembangan Jiwa Manusia”, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, No.8, 1991.


Rahmat, Jalaluddin, 1999, Renungan-Renungan Sufistik, Bandung: Mizan.

Wilcox, Lynn,1995, Psychosufi, Jakarta: Paramuda
____________ , 2003, Sufism and Psychology, (terj. IG. Harimurti Bagoesoka), Jakarta, Serambi Ilmu Semesta


[1]Lynn Wilcox, Psychosufi, Jakarta: Paramuda, 1995, h. 10.
[2]Ibid, h.14.
[3]Linda L. Davidoff, Introduction to Psychology, (terj. Mari Jumiati), Jakarta, Erlangga, 1988, h. 11-12
[4]Lynn Wilcox, Sufism and Psychology, (terj. IG. Harimurti Bagoesoka), Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2003, h. 7
[5]Ary Ginanjar Agustian,Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power; sebuah Inner Journey Melalui Ihsan, Jakarta, Arga, 2004, h. 142
[7]Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam :Penerapan Metode Sufistik, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002, h. 228.
[8]Jalaluddin Rahmat, Renungan-Renungan Sufistik, Bandung, Mizan, 1999, h. 37
[9]Djohan Effendi, “Tasawuf Al-Qur’an Tentang Perkembangan Jiwa Manusia”, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, No.8, 1991, h.5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar